Sekelebat kisah seekor ikan



Di bawah gemericik air
Yang kudapati hanya seekor ikan
Ikan yang tak dapat berenang
Bukan karena sirip atau ekornya terluka
Bukan juga karena dia telah mati
Namun karena takdirnya
Nasibnya hanya untuk mengikuti arus air
Arus yang mengalir dan membawanya ke pengakhiran
Sejenak aku terdiam
Dan berkata dalam hati
“yakinlah pengakhiran itu akan indah bagimu, ikan…”
Lalu kuhentikan sumber gemericik air
Dan ku lihat kembali
Hanya air tenang yang seperti cermin melihat ke arahku …

Between Me and A Movie


Untuk kesekian kalinya, menonton film Crazy Little Thing Called Love (First Love). Tak ada bosannya melihat film Thailand ini. Sebuah film dengan tokoh utamanya adalah seorang gadis bernama P’Nam. Mencintai teman sekolahnya selama 3 (tiga) tahun secara diam-diam bernama P’Shone. Dan dihari kelulusan mereka, P’Nam akhirnya berani menyatakan cinta kepada P’Shone. Dia harus menerima kenyataan bahwa secara tidak langsung dia menerima penolakan. Namun, tak disangka meski P’Shone tidak dapat bersamanya pada saat itu, ia telah menaruh hati pula kepada P’Nam. Dan di akhir cerita, setelah 9 tahun lamanya berlalu mereka dipertemukan kembali setelah meraih kesuksesan keduanya. Di dalam sebuah acara televisi P’Shone mengaku menunggu P’Nam untuk enikah dengannya. So sweet yaaahhh *.*

Entah seberapa kali aku telah melihat film itu tapi perasaan tetap sama. Menangis karena sebuah film itu terdengar konyol. Namun tak banyak yang mengerti seberapa sensitif hati ini. Aku hanya melihat diriku disana. Jika didalam film itu aku telah mengetahui ending bahagianya, namun dalam dunia nyataku aku yakin belum berakhir. Entah…

Merasakan perasaan sepihak selama bertahun-tahun sungguh bukan hal yang mudah. Meski selalu berjanji pada diri sendiri untuk tidak menghukum perasaanku sendiri, namun tetap sulit. Bahkan Don Sibert mengatakan bahwa apa yang berasal dari hati, selalu menyentuh hati. Itu pun yang aku rasakan. Segala yang berasal dari hati adalah sebuah kejujuran yang tulus dan suci. Sangat bersalah jika kita menyalahkan hati. Tak ada kemungkaran disana. Hanya kejujuran. Ijinkanlah aku untuk tetap menggenggam kejujuran ini, Tuhan… meski hanya untuk diriku sendiri :)

The Great March

Hari itu kulangkahkan kaki lebih cepat dari biasanya. Rasa lelah dan amarah yang sangat terasa sebelumnya mendadak hilang. Kemacetan yang meningkatkan emosional pun menjadi biasa. Ku hela nafas  sejenak “ hhmmff,,, ibukota”. Lalu melihat sekitar dan tersenyum. Dalam hati berkata “Akan kutinggalkan kau segera wahai ibu tiri… ha.ha.”. Ibu tiri adalah sebutanku untuk Ibukota Jakarta :D

Kuletakkan pekerjaan yang berat selama ini mengganjal pundakku. Memastikan kembali semua telah siap dan melangkah lagi dengan lebih gesit. Pertama yang terpikir dalam otak adalah men-stop taksi. Ya,, stop taksi saja. Eiittzz,, jauh dari perkiraan. Jakarta macet total. OMG!! Oke, segera bayar taksi, turun dan beralih ke….. OJEK. Yes, Right! Kadang tukang ojek itu bisa jadi pahlawan kita di kala terdesak .
Wusshhh,, wussshh.. berasa kerudung udah pada terbang kemana-mana. Emang gak salah pilih ojek. Hahaha

Sampai stasiun ternyata sudah ditunggu para penggemar. Hihihi (gak boleh sirik yah :P)
Ow,, ternyata ada satu penggemar yang hampir ketinggalan. Menerjang hujan badai bersama si mister ojek akhirnya dia sampai juga dengan tepat waktu alias pas mepet chuy. Berlari menuju kereta, cari tempat duduk, duduk manis, daaaaan tewas ke alam mimpi.
Then, masalah selanjutnya. Dari stasiun mau naik apa niiihhh…? Subuh-subuh begituuuu. Ya, ya banyak calo berdatangan dan menawarkan dagangan. Oke, stay cool. Sok gak butuh gitu… setelah tawar menawar yang alot akhirnya naik taksi menuju terminal. Tak masalah menghabiskan 5000 rupiah untuk taksi. Haha

Masih sempoyongan naik bis dan tidur lagi. Ketika membuka mata,, WOW,, kabuuutttttt. Sudah terbayang  bagaimana dinginnya. Bangunannya yang khas,, tua. Terlihat tiga pelari kecil berlari dengan keringat bercucur. Pagi-pagi begitu? Waaahh,, cuma ada disana. Di kota kecil yang sejuk, indah, dan ramah. S-A-L-A-T-I-G-A. Terlupakan semua keluh kesah selama di ibukota. Bertemu Bapak, Ibu, kakak, dan Keponakan sudah cukup membuat hati terasa senang berlipat ganda. Miss them sooooo much… 

Ritual yang biasa dilakukan saat pulang. Temu kangen bersama sahabat-sahabat tercinta sekaligus traktiran, karna kebetulan ultahku di bulan Maret. Yang terpenting adalah berlibur bersama keluarga. Di Maret ini akhirnya terwujud juga membawa keluarga penuh berlibur bersama. Kebetulan ada tempat tamasya baru di daerah Bandungan namanya New Bandungan Indah. Senang melihat mereka juga senang. Legaaa. Nggak lupa beli sedikit buah tangan yang khas : Tahu Serasi dan Kimpul kecil (lupa sebutannya :D). O ya, kebetulan Bapak suka pelihara hewan (sampai dirumah udah kayak kebun binatang), jadi Bapak beli Marmut sama kelinci. So cute deh. Tapi sialnya itu marmut ngencingin aku di mobil… huhuhuhu. Oke, no problem. Kalo bayi ngencingin kita katanya dia betah sama kita. Nah kalo marmut berlaku jg gak ya?? --a 

Di akhir Maret pula, kutinggalkan kota kecil itu. Kota yang penuh kenangan dan cinta. Kota yang menjadi saksi bertumbuhnya sosokku dari kecil hingga dewasa ini. Kota yang sejuk dan udaranya yang segar pastinya, yang tak bisa ditemui di ibukota Jakarta. Meninggalkan SALATIGA sama beratnya seperti meninggalkan pacar ya sepertinya.. Sedih gilak. So sad sad saaaaddd…
Now, waiting for holidays. Want to PULKAM chuuyyy :D